Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَوَصَّيْنَا الْإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ إِحْسَاناً
حَمَلَتْهُ أُمُّهُ كُرْهاً وَوَضَعَتْهُ كُرْهاً وَحَمْلُهُ وَفِصَالُهُ
ثَلَاثُونَ شَهْراً حَتَّى إِذَا بَلَغَ أَشُدَّهُ وَبَلَغَ أَرْبَعِينَ
سَنَةً قَالَ رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي
أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحاً تَرْضَاهُ
وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّي مِنَ
الْمُسْلِمِينَ
“Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua
orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan
melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai
menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa
dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdo’a: “Ya Tuhanku,
tunjukilah aku untuk mensyukuri ni’mat Engkau yang telah Engkau berikan
kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang
saleh yang Engkau ridhai. berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi
kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau
dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri.” (Qs.
Al-Ahqaaf : 15)
Ayat diatas menjelaskan akan hak ibu terhadap anaknya. Ketahuilah,
bahwasanya ukuran terendah mengandung sampai melahirkan adalah 6 bulan
(pada umumnya adalah 9 bulan 10 hari), ditambah 2 tahun menyusui anak,
jadi 30 bulan. Sehingga tidak bertentangan dengan surat Luqman ayat 14
(Lihat Tafsiir ibni Katsir VII/280)
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua
orang ibu-bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang
bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun . Bersyukurlah
kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah
kembalimu.” (Qs. Luqman : 14)
Dalam ayat ini disebutkan bahwa ibu mengalami tiga macam kepayahan,
yang pertama adalah hamil, kemudian melahirkan dan selanjutnya
menyusui. Karena itu kebaikan kepada ibu tiga kali lebih besar daripada
kepada ayah. Sebagaimana dikemukakan dalam sebuah hadits,
Dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, belia berkata, “Seseorang
datang kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan berkata,
‘Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?’
Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Dan orang tersebut
kembali bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi
wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian
siapa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu.’ Orang tersebut bertanya kembali,
‘Kemudian siapa lagi,’ Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab,
‘Kemudian ayahmu.’” (HR. Bukhari no. 5971 dan Muslim no. 2548)
Imam Al-Qurthubi menjelaskan, “Hadits tersebut menunjukkan bahwa
kecintaan dan kasih sayang terhadap seorang ibu, harus tiga kali lipat
besarnya dibandingkan terhadap seorang ayah. Nabi shalallaahu ‘alaihi
wasallam menyebutkan kata ibu sebanyak tiga kali, sementara kata ayah
hanya satu kali. Bila hal itu sudah kita mengerti, realitas lain bisa
menguatkan pengertian tersebut. Karena kesulitan dalammenghadapi masa
hamil, kesulitan ketikamelahirkan, dan kesulitan pada saat menyusui dan
merawat anak, hanya dialami oleh seorang ibu. Ketiga bentuk kehormatan
itu hanya dimiliki oleh seorang ibu, seorang ayah tidak memilikinya.
(Lihat Tafsir Al-Qurthubi X : 239. al-Qadhi Iyadh menyatakan
bahwa ibu memiliki keutamaan yang lebih besar dibandingkan ayah)
Begitu pula dengan Imam Adz-Dzahabi rahimahullaah, beliauberkata
dalam kitabnya Al-Kabaair,
Ibumu telah mengandungmu di dalam perutnya selama sembilan
bulan, seolah-olah sembilan tahun.
Dia bersusah payah ketika melahirkanmu yang hampir saja
menghilangkan nyawanya.
Dia telah menyusuimu dari putingnya, dan ia hilangkan rasa
kantuknya karena menjagamu.
Dia cuci kotoranmu dengan tangan kirinya, dia lebih utamakan
dirimu dari padadirinya serta makanannya.
Dia jadikan pangkuannya sebagai ayunan bagimu.
Dia telah memberikanmu semua kebaikan dan apabila kamu sakit atau
mengeluh tampak darinya kesusahan yang luar biasa dan panjang sekali
kesedihannya dan dia keluarkan harta untuk membayar dokter yang
mengobatimu.
Seandainya dipilih antara hidupmu dan kematiannya, maka dia akan
meminta supaya kamu hidup dengan suaranya yang paling keras.
Betapa banyak kebaikan ibu, sedangkan engkau balas dengan akhlak
yang tidak baik.
Dia selalu mendo’akanmu dengan taufik, baik secara sembunyi
maupun terang-terangan.
Tatkala ibumu membutuhkanmu di saat dia sudah tua renta, engkau
jadikan dia sebagai barang yang tidak berharga di sisimu.
Engkau kenyang dalam keadaan dia lapar.
Engkau puas minum dalam keadaan dia kehausan.
Engkau mendahulukan berbuat baik kepada istri dan anakmu dari
pada ibumu.
Engkau lupakan semua kebaikan yang pernah dia perbuat.
Berat rasanya atasmu memeliharanya padahal itu adalah urusan yang
mudah.
Engkau kira ibumu ada di sisimu umurnya panjang padahal umurnya
pendek.
Engkau tinggalkan padahal dia tidak punya penolong selainmu.
Padahal Allah telah melarangmu berkata ‘ah’ dan Allah telah
mencelamu dengan celaan yang lembut.
Engkau akan disiksa di dunia dengan durhakanya anak-anakmu
kepadamu.
Allah akan membalas di akhirat dengan dijauhkan dari Allah Rabbul
‘aalamin.
(Akan dikatakan kepadanya),
“Yang demikian itu, adalah disebabkan perbuatan yang dikerjakan
oleh kedua tangan kamu dahulu dan sesungguhnya Allah sekali-kali
bukanlah penganiaya hamba-hamba-Nya”. (QS. Al-Hajj : 10)
(Al-Kabaair hal. 53-54, Maktabatush Shoffa, Dar
Albaian)
Demikianlah dijelaskan oleh Imam Adz-Dzahabi tentang besarnya jasa
seorang ibu terhadap anak dan menjelaskan bahwa jasa orang tua kepada anak tidak bisa dihitung.
Yah, kita mungkin tidak punya kapasitas untuk menghitung satu demi
satu hak-hak yang dimiliki seorang ibu. Islam hanya menekankan kepada
kita untuk sedapat mungkin menghormati, memuliakan dan menyucikan
kedudukan sang ibu dengan melakukan hal-hal terbaik yang dapat kita
lakukan, demi kebahagiannya.
Contoh manusia terbaik yang berbakti kepada Ibunya
Dari Abi Burdah, ia melihat Ibnu ‘Umar dan seorang penduduk Yaman
yang sedang thawaf di sekitar Ka’bah sambil menggendong ibunya di
punggungnya. Orang yaman itu bersenandung,
Sesungguhnya diriku adalah tunggangan ibu yang sangat patuh.
Apabila tunggangan yang lain lari, maka aku tidak akan lari.
Orang itu lalu bertanya kepada Ibn Umar, “Wahai Ibnu Umar, apakah aku
telah membalas budi kepadanya?” Ibnu Umar menjawab, “Engkau belum
membalas budinya, walaupun setarik napas yang ia keluarkan ketika
melahirkan.” (Adabul Mufrad no. 11; Syaikh Al Albani
mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Dalam sebuah riwayat diterangkan:
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma bahwasanya seseorang
mendatanginya lalu berkata: bahwasanya aku meminang wanita, tapi ia
enggan menikah denganku. Dan ia dipinang orang lain lalu ia
menerimanya. Maka aku cemburu kepadanya lantas aku membunuhnya. Apakah
aku masih bisa bertaubat? Ibnu Abbas berkata: apakah ibumu masih hidup?
Ia menjawab: tidak. Ibnu Abbas berkata: bertaubatlah kepada Allah ‘Azza
wa Jalla dan dekatkanlah dirimu kepadaNya sebisamu. Atho’ bin Yasar
berkata: maka aku pergi menanyakan kepada Ibnu Abbas kenapa engkau
tanyakan tentang kehidupan ibunya? Maka beliau berkata: ‘Aku tidak
mengetahui amalan yang paling mendekatkan diri kepada Allah ta’ala
selain berbakti kepada ibu’. (Hadits ini dikeluarkan juga oleh Al
Baihaqy di Syu’abul Iman (7313), dan Syaikh Al Albany
menshahihkannya, lihat As Shohihah (2799))
Pada hadits di atas dijelaskan bahwasanya berbuat baik kepada ibu
adalah ibadah yang sangat agung, bahkan dengan berbakti kepada ibu
diharapkan bisa membantu taubat seseorang diterima Allah ta’ala.
Seperti dalam riwayat di atas, seseorang yang melakukan dosa sangat
besar yaitu membunuh, ketika ia bertanya kepada Ibnu Abbas, apakah ia
masih bisa bertaubat, Ibnu Abbas malah balik bertanya apakah ia
mempunyai seorang ibu, karena menurut beliau berbakti atau berbuat baik
kepada ibu adalah amalan paling dicintai Allah sebagaimana sebagaimana
membunuh adalah termasuk dosa yang dibenci Allah.
Berbuat baik kepada ibu adalah amal sholeh yang sangat bermanfa’at
untuk menghapuskan dosa-dosa. Ini artinya, berbakti kepada ibu merupakan
jalan untuk masuk surga.
Jangan Mendurhakai Ibu
Dalam sebuah hadits Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Sesungguhnya Allah Ta’ala mengharamkan kalian berbuat durhaka kepada
ibu-ibu kalian, mengubur anak perempuan hidup-hidup, menolak kewajiban
dan menuntut sesuatu yang bukan menjadi haknya. Allah juga membenci
jika kalian menyerbarkan kabar burung (desas-desus), banyak bertanya,
dan menyia-nyiakan harta.” (Hadits shahih, riwayat Bukhari,
no. 1407; Muslim, no. 593, Al-Maktabah Asy-Syamilah)
Ibnu Hajar memberi penjelasan sebagai berikut, “Dalam hadits ini
disebutkan ’sikap durhaka’ terhadap ibu, karena perbuatan itu lebih
mudah dilakukan terhadap seorang ibu. Sebab,ibu adalah wanita yang
lemah. Selain itu, hadits ini juga memberi penekanan, bahwa berbuat
baik kepada itu harus lebih didahulukan daripada berbuat baik kepada
seorang ayah, baik itu melalui tutur kata yang lembut, atau limpahan
cinta kasih yang mendalam.” (Lihat Fathul Baari V : 68)
Sementara, Imam Nawawi menjelaskan, “Di sini, disebutkan kata
‘durhaka’ terhadap ibu, karena kemuliaan ibu yang melebihi kemuliaan
seorang ayah.” (Lihat Syarah Muslim XII : 11)
Buatlah Ibu Tertawa
“Seseorang datang kepada Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wa
sallam dan berkata, “Aku akan berbai’at kepadamu untuk berhijrah, dan
aku tinggalkan kedua orang tuaku dalam keadaan menangis.” Rasulullah
Shalallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kembalilah kepada kedua orang
tuamu dan buatlah keduanya tertawa sebagaimana engkau
telah membuat keduanya menangis.” (Shahih : HR. Abu Dawud (no.
2528), An-Nasa-i (VII/143), Al-Baihaqi (IX/26), dan Al-Hakim (IV/152))
Jangan Membuat Ibu Marah
“Dari ‘Abdullah bin ‘Umar, ia berkata, “Ridha Allah tergantung
ridha orang tua dan murka Allah tergantung murka orang tua.“
(Adabul Mufrod no. 2. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa
hadits ini hasan jika sampai pada sahabat, namun shahih jika sampai
pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam)
Kandungan hadits diatas ialah kewajiban mencari keridhaan kedua
orang tua sekaligus terkandung larangan melakukan segala sesuatu yang
dapat memancing kemurkaan mereka.
Seandainya ada seorang anak yang durhaka kepada ibunya, kemudian
ibunya tersebut mendo’akan kejelekan, maka do’a ibu tersebut akan
dikabulkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sebagaimana dalam
hadits yang shahih Nabi Shalallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Ada tiga do’a yang dikabulkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala
yang tidak diragukan tentang do’a ini: (1) do’a kedua orang tua
terhadap anaknya, (2) do’a musafir-orang yang sedang dalam
perjalanan-, (3) do’a orang yang dizhalimin.” (Hasan : HR.
Al-Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad (no. 32, 481/Shahiih
Al-Adabil Mufrad (no. 24, 372))
Jika seorang ibu meridhai anaknya, dan do’anya mengiringi setiap
langkah anaknya, niscaya rahmat, taufik dan pertolongan Allah akan
senantiasa menyertainya. Sebaliknya, jika hati seorang ibu terluka,
lalu ia mengadu kepada Allah, mengutuk anaknya. Cepat atau lambat, si
anak pasti akan terkena do’a ibunya. Wal iyyadzubillaah..
Saudariku…jangan sampai terucap dari lisan ibumu do’a melainkan
kebaikan dan keridhaan untukmu. Karena Allah mendengarkan do’a seorang
ibu dan mengabulkannya. Dan dekatkanlah diri kita pada sang ibu,
berbaktilah, selagi masih ada waktu…
Sumber: muslimah.or.id
No comments:
Post a Comment