topbella

Friday, May 4, 2012

Etika Bercakap-cakap


Oleh: Ust Abu Bakr
Manusia tidak akan pernah lepas dari berkomunikasi satu dengan yang lainnya. Terkadang untuk suatu keperluan dan terkadang juga sekedar basa-basi. Tapi kadangkala adab dalam bercakap-cakap ini diabaikan, sehingga tidak sedikit membuat kesal dan tersinggung lawan bicaranya.
Karena itu, inilah beberapa etika yang perlu diperhatikan agar percakapan kita menjadi berfaedah dan penuh dengan hikmah.
1 Berbicara santun, tidak nyerocos sendiri
Tak jarang ada seorang yang banyak bicara mengenai segala hal tanpa ada manfaatnya, seolah-olah dialah yang paling tahu dan ahli dalam segala bidang. Ia menganggap diamnya orang di depannya menandakan ia kagum dengan pembicaraannya, sehingga ia pun memperpanjangnya. Dari Abu Tsa’labah al-Khusyani, Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya orang yang paling aku cintai dan paling dekat denganku di akhirat adalah yang terbaik akhlaknya di antara kalian dan yang paling jauh dariku di akhirat adalah yang paling jelek akhlaknya; yang banyak bicara, yang sombong lagi suka mengejek orang.” (HR. Ahmad)
Berkata Syaikh Abdurrahman as-Sa’di, “Sesungguhnya adab syar’i dan kesopanan menurut kebiasaan orang adalah dengan memberi kesempatan yang lain berbicara, karena mereka semua memiliki bagian untuk itu. Kecuali bagi anak-anak kecil (pemula) dengan orang-orang tua, hendaknya mereka memelihara adab dengan tidak berbicara kecuali sebagai bentuk jawaban untuk yang lainnya.” (Ar-Riyadhah an-Nadhirah)
2 Tidak berbicara mengangkat diri sendiri hanya sekedar untuk suatu kebanggan
Termasuk dalam hal ini adalah membicarakan perihal kecerdasan anaknya, kekayaan suaminya atau tentang kegesitan istrinya mengatur rumah tangga. Pasa asalnya memuji diri sendiri adalah terlarang, sebagaimana firman Allah dalam surat an-Najm: 32. An-Nawawi berkata, “Ketahuilah bahwa menyebut kebaikan diri sendiri ada dua macam, ada yang tercela dan ada yang terpuji. Yang tercela yaitu menceritakannya untuk kebanggaan, menampakkan kelebihan dan tampil beda dengan yang lain atau semisal itu. Yang terpuji jika hal itu diceritakan untuk suatu kemaslahatan agama seperti amar ma’ruf nahi munkar, menasehati, mengajar, mendidik, memberi wejangan, mengingatkan, mendamaikan antara dua orang, menghindarkan diri dari bahaya dan semisal itu. Dengan menyebutkan kebaikan-kebaikan tersebut ia meniatkan agar pendapatnya akan mudah diterima dan dapat dijadikan teladan.” (Al-Adzkar: 246-247)
3 Hati-hati ketika bicara agar tidak menyinggung perasaan orang yang diajak bicara
Berkata Amr bin al-Ash, “Ketergelinciran kaki adalah tulang yang bisa diluruskan, sedang ketergelinciran lisan tidak meninggalkan (orang yang hidup kecuali akan  dibinasakan) dan tidak membiarkan (orang mati kecuali pasti akan dihidupkan kembali).” (Bahjatul Majalis 1/87)
4 Tidak terlalu banyak bertanya yang tidak perlu atau terlalu cepat menjawab suatu pertanyaan
Termasuk aib bagi seseorang jika ia terlalu cepat menjawab suatu pertanyaan  sebelum yang bertanya menyelesaikan soalnya, atau menjawab pertanyaan yang ditujukan kepada orang lain, bukan kepada dirinya. Umar bin Abdul Aziz berkata, “Ada dua perangai yang tidak akan menjauhkan kamu dari kebodohannya yaitu terlalu cepat berpaling dan menjawab.” (‘Uyunal Akhbar 2/39)
5 Tidak melayani pembicaraan orang-orang rendahan dan pandir
Berkata Ibnu Abbas, “Janganlah kau bertengkar dengan orang penyantun dan orang pandir, karena orang penyantun akan membencimu dan orang pandir akan menyakitimu.” (Al’uzlah oleh al Khaththabi)
6 Bicara sesuai dengan situasi dan kondisi majelis
Tidaklah layak jika seseorang bergurau dikala pembicaraan sangat serius atau berusaha membuat orang tertawa dikala situasi sedang sedih. Berkata Syaikh as Sa’di, “Termasuk adab yang baik adalah berbicara dengan setiap orang sesuai dengan keadaan dan kedudukannya. Berbicara dengan ulama dengan belajar, mengambil manfaat dan menghormatinya.  Dengan para penguasa dan pemimpin adalah dengan menghormati dan berbicara lembut serta sopan sesuai dengan kedudukan mereka. Dengan saudara dan sahabat adalah perkataan yang baik, bertukar pikiran tentang agama dan dunia serta bermuka ceria yang dapat menghilangkan kekakuan dan menghiasi majelis. Tidak mengapa bercanda asalkan jujur. Dengan para murid adalah dengan memberikan manfaat. Dengan keluarga dan kerabat adalah mengajari mereka kemaslahatan agama dan dunia, pendidikan rumah tangga dan menganjurkan mereka melakukan amalan yang bermanfaat buat mereka dengan dibarengi wajah ceria dan gurau, karena merekalah orang yang paling berhak dengan kebaikanmu. Dan kebaikan terbesar adalah mempergauli mereka dengan baik. Dengan para faqir miskin, berbicara dengan tawadhu’, merendahkan diri dan menjauhi mengangkat diri serta bicara sombong terhadap mereka.” (Ar Riyadhah An Nadhirah)
7 Menghargai pembicaraan seseorang sekalipun ia lebih tahu tentang hal itu
Mu’adz bin Sa’d Al-A’war berkata, “Saya pernah duduk di samping Atha’ bin Abi Rabah. Lalu ada seorang yang menyampaikan suatu hadits, lantas ada yang meremehkan haditsnya. Atha’ pun marah seraya berkata, “Perangai apa ini?! Sungguh saya mendengar hadits dari orang lain sedangkan saya lebih mengetahui tentang hadits tersebut, tetapi saya perlihatkan kepada orang itu seolah olah saya tidak tahu apa-apa.” (Raudhatul ‘Uqola: 72)
8 Tidak meninggalkan teman duduknya hingga menyelesaikan pembicaraan
Abu Mijlaz berkata, “Jika ada seseorang yang duduk dengan maksud menyampaikan sesuatu kepadamu, maka janganlah beranjak sampai engkau meminta izinnya.” (Al Muntaqa’ min Makarimil Akhlaq)
9 Jangan terlalu cepat memvonis
Tatkala saudaranya berbicara tentang sesuatu, ia lantas mengucapkan, “Bukan begitu!”, “itu bohong!” dan semisalnya. Abdullah bin Amr bin al-Ash berkata, “Ada tiga orang dari Quraisy yang paling baik akhlaknya, paling putih wajahnya dan paling pemalu. Jika kalian ceritai mereka, mereka tidak akan mendustakan kalian. Jika kalian menceritakan sesuatu yang benar atau keliru, mereka tidak lantas mendustakannya; merekalah Abu Bakr, Utsman bin Affan dan Abu Ubaidah bin Jarrah.” (‘Uyunal Akhbar 3/23)
10 Berusaha bercakap cakap dengan anak-anak kecil untuk melatihnya berbicara, menambah pengalaman dan pengetahuan mereka, menguatkan akal mereka dan menambah keberanian serta percaya diri mereka.
11 Tidak mengeraskan suara tatkala berada di dalam majelis (QS. Likman: 19)
12 Hindari banyak membicarakan wanita
Anhaf bin Qais berwasiat, “Jauhkanlah majelis kita dari membicarakan wanita dan makanan. Saya tidak suka orang yang gemar menyifati kemaluan dan perutnya.” (Syiar A’lam an Nubala 4/94)
Bacaan: Mawaddah Vol. 48 Rabi’ul Awwal 1433 H

No comments:

Post a Comment

Selamat datang

My photo
Sumatera Utara, Indonesia
Bismillah... Semoga bermanfaat...
 
Shalihah© 2012 Design by Rockville Iwamura