Oleh: Ust Abu Bakr
Manusia tidak akan pernah lepas dari berkomunikasi satu
dengan yang lainnya. Terkadang untuk suatu keperluan dan terkadang juga sekedar
basa-basi. Tapi kadangkala adab dalam bercakap-cakap ini diabaikan, sehingga tidak
sedikit membuat kesal dan tersinggung lawan bicaranya.
Karena itu, inilah beberapa etika yang perlu diperhatikan
agar percakapan kita menjadi berfaedah dan penuh dengan hikmah.
1 Berbicara santun, tidak nyerocos sendiri
Tak jarang ada seorang yang banyak bicara mengenai segala
hal tanpa ada manfaatnya, seolah-olah dialah yang paling tahu dan ahli dalam
segala bidang. Ia menganggap diamnya orang di depannya menandakan ia kagum
dengan pembicaraannya, sehingga ia pun memperpanjangnya. Dari Abu Tsa’labah al-Khusyani,
Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya orang yang paling aku cintai dan paling
dekat denganku di akhirat adalah yang terbaik akhlaknya di antara kalian dan
yang paling jauh dariku di akhirat adalah yang paling jelek akhlaknya; yang
banyak bicara, yang sombong lagi suka mengejek orang.” (HR. Ahmad)
Berkata Syaikh Abdurrahman as-Sa’di, “Sesungguhnya adab
syar’i dan kesopanan menurut kebiasaan orang adalah dengan memberi kesempatan
yang lain berbicara, karena mereka semua memiliki bagian untuk itu. Kecuali
bagi anak-anak kecil (pemula) dengan orang-orang tua, hendaknya mereka
memelihara adab dengan tidak berbicara kecuali sebagai bentuk jawaban untuk
yang lainnya.” (Ar-Riyadhah an-Nadhirah)
2 Tidak berbicara mengangkat diri sendiri hanya sekedar untuk
suatu kebanggan
Termasuk dalam hal ini adalah membicarakan perihal
kecerdasan anaknya, kekayaan suaminya atau tentang kegesitan istrinya mengatur
rumah tangga. Pasa asalnya memuji diri sendiri adalah terlarang, sebagaimana
firman Allah dalam surat an-Najm: 32. An-Nawawi berkata, “Ketahuilah bahwa
menyebut kebaikan diri sendiri ada dua macam, ada yang tercela dan ada yang
terpuji. Yang tercela yaitu menceritakannya untuk kebanggaan, menampakkan
kelebihan dan tampil beda dengan yang lain atau semisal itu. Yang terpuji jika
hal itu diceritakan untuk suatu kemaslahatan agama seperti amar ma’ruf nahi
munkar, menasehati, mengajar, mendidik, memberi wejangan, mengingatkan,
mendamaikan antara dua orang, menghindarkan diri dari bahaya dan semisal itu.
Dengan menyebutkan kebaikan-kebaikan tersebut ia meniatkan agar pendapatnya
akan mudah diterima dan dapat dijadikan teladan.” (Al-Adzkar: 246-247)
3 Hati-hati ketika bicara agar tidak menyinggung perasaan
orang yang diajak bicara
Berkata Amr bin al-Ash, “Ketergelinciran kaki adalah tulang
yang bisa diluruskan, sedang ketergelinciran lisan tidak meninggalkan (orang
yang hidup kecuali akan dibinasakan) dan
tidak membiarkan (orang mati kecuali pasti akan dihidupkan kembali).” (Bahjatul
Majalis 1/87)
4 Tidak terlalu banyak bertanya yang tidak perlu atau terlalu
cepat menjawab suatu pertanyaan
Termasuk aib bagi seseorang jika ia terlalu cepat menjawab
suatu pertanyaan sebelum yang bertanya
menyelesaikan soalnya, atau menjawab pertanyaan yang ditujukan kepada orang
lain, bukan kepada dirinya. Umar bin Abdul Aziz berkata, “Ada dua perangai yang
tidak akan menjauhkan kamu dari kebodohannya yaitu terlalu cepat berpaling dan
menjawab.” (‘Uyunal Akhbar 2/39)
5 Tidak melayani pembicaraan orang-orang rendahan dan pandir
Berkata Ibnu Abbas, “Janganlah kau bertengkar dengan orang
penyantun dan orang pandir, karena orang penyantun akan membencimu dan orang
pandir akan menyakitimu.” (Al’uzlah oleh al Khaththabi)
6 Bicara sesuai dengan situasi dan kondisi majelis
Tidaklah layak jika seseorang bergurau dikala pembicaraan
sangat serius atau berusaha membuat orang tertawa dikala situasi sedang sedih.
Berkata Syaikh as Sa’di, “Termasuk adab yang baik adalah berbicara dengan
setiap orang sesuai dengan keadaan dan kedudukannya. Berbicara dengan ulama
dengan belajar, mengambil manfaat dan menghormatinya. Dengan para penguasa dan pemimpin adalah
dengan menghormati dan berbicara lembut serta sopan sesuai dengan kedudukan
mereka. Dengan saudara dan sahabat adalah perkataan yang baik, bertukar pikiran
tentang agama dan dunia serta bermuka ceria yang dapat menghilangkan kekakuan
dan menghiasi majelis. Tidak mengapa bercanda asalkan jujur. Dengan para murid
adalah dengan memberikan manfaat. Dengan keluarga dan kerabat adalah mengajari
mereka kemaslahatan agama dan dunia, pendidikan rumah tangga dan menganjurkan
mereka melakukan amalan yang bermanfaat buat mereka dengan dibarengi wajah
ceria dan gurau, karena merekalah orang yang paling berhak dengan kebaikanmu.
Dan kebaikan terbesar adalah mempergauli mereka dengan baik. Dengan para faqir
miskin, berbicara dengan tawadhu’, merendahkan diri dan menjauhi mengangkat
diri serta bicara sombong terhadap mereka.” (Ar Riyadhah An Nadhirah)
7 Menghargai pembicaraan seseorang sekalipun ia lebih tahu
tentang hal itu
Mu’adz bin Sa’d Al-A’war berkata, “Saya pernah duduk di
samping Atha’ bin Abi Rabah. Lalu ada seorang yang menyampaikan suatu hadits,
lantas ada yang meremehkan haditsnya. Atha’ pun marah seraya berkata, “Perangai
apa ini?! Sungguh saya mendengar hadits dari orang lain sedangkan saya lebih
mengetahui tentang hadits tersebut, tetapi saya perlihatkan kepada orang itu
seolah olah saya tidak tahu apa-apa.” (Raudhatul ‘Uqola: 72)
8 Tidak meninggalkan teman duduknya hingga menyelesaikan
pembicaraan
Abu Mijlaz berkata, “Jika ada seseorang yang duduk dengan
maksud menyampaikan sesuatu kepadamu, maka janganlah beranjak sampai engkau
meminta izinnya.” (Al Muntaqa’ min Makarimil Akhlaq)
9 Jangan terlalu cepat memvonis
Tatkala saudaranya berbicara tentang sesuatu, ia lantas
mengucapkan, “Bukan begitu!”, “itu bohong!” dan semisalnya. Abdullah bin Amr
bin al-Ash berkata, “Ada tiga orang dari Quraisy yang paling baik akhlaknya,
paling putih wajahnya dan paling pemalu. Jika kalian ceritai mereka, mereka
tidak akan mendustakan kalian. Jika kalian menceritakan sesuatu yang benar atau
keliru, mereka tidak lantas mendustakannya; merekalah Abu Bakr, Utsman bin
Affan dan Abu Ubaidah bin Jarrah.” (‘Uyunal Akhbar 3/23)
10 Berusaha bercakap cakap dengan anak-anak kecil untuk
melatihnya berbicara, menambah pengalaman dan pengetahuan mereka, menguatkan
akal mereka dan menambah keberanian serta percaya diri mereka.
11 Tidak mengeraskan suara tatkala berada di dalam majelis (QS.
Likman: 19)
12 Hindari banyak membicarakan wanita
Anhaf bin Qais berwasiat, “Jauhkanlah majelis kita dari
membicarakan wanita dan makanan. Saya tidak suka orang yang gemar menyifati
kemaluan dan perutnya.” (Syiar A’lam an Nubala 4/94)
Bacaan: Mawaddah Vol. 48 Rabi’ul Awwal 1433 H
No comments:
Post a Comment